Kira-kira sepuluh atau lima belas tahun lalu, tanaman pangkas bisa dijumpai hampir di tiap halaman rumah. Tinggi atau rendah, rata-rata tanaman yang dibentuk bulat di masa itu, dikenal sebagai tanaman pangkas.
Sekarang pun tanaman pangkas masih digemari. Di sentra tanaman hias kini banyak ditawarkan tanaman pangkas yang dibentuk mirip hewan seperti rusa dan kelinci. Ada juga yang bersosok tanaman “biasa” setinggi 1 – 1,5 m, dengan beberapa cabang dan daun-daun di cabang tersebut sengaja dibentuk sebagai bulatan-bulatan yang ukurannya sama atau bervariasi. Tentu saja tanaman hias pangkas seperti ini punya daya pikat tersendiri, karena kehadirannya dalam sebuah taman bisa berfungsi sebagai point of interest.
Banyak pedagang tanaman hias yang menyebut tanaman pangkas ini sebagai “bonsai”. Padahal, bonsai bukan istilah yang tepat bagi tanaman yang sengaja dipangkas untuk memperoleh suatu bentuk tertentu.Yang disebut bonsai adalah tanaman yang dihambat pertumbuhannya sehingga tetap kerdil di usia dewasa. Selama pertumbuhannya, tanaman bonsai sengaja dipangkas atau dibentuk khusus, dan umumnya selalu ditempatkan dalam sebuah wadah, sejak masih berusia muda.
Sebenarnya yang kita kenal sebagai tanaman pangkas, dalam istilah gardening dari Inggris sono, dikenal dengan sebutan topiary. Ini merupakan seni memperindah tanaman (dengan sengaja dipangkas atau dibentuk) yang diadaptasi dari tanaman hias pada taman gaya geometris Eropa di jaman Renaissance. Di jaman tersebut taman-taman istana para raja dan bangsawan Eropa hampir seluruhnya ditata secara geometris. Contoh taman geometris yang sampai sekarang masih dilestarikan bahkan dijadikan obyek wisata adalah taman Istana Versailles di Perancis yang diwujudkan oleh Raja Louis XIV.
Jika kita menyusuri taman tersebut, tanaman di sebelah kiri dan kanan kita terdiri dari jenis tanaman yang sama dan dipangkas rapi dengan bentuk yang sama pula. Ada yang berbentuk bulat, kerucut, prisma, atau segi empat (kubus). Border atau tanaman pembatasnya pun dipangkas rapi dengan bentuk-bentuk tertentu. Prinsip taman gaya geometris ini mengacu pada keteraturan yang simetris.
Seperti halnya mode dalam dunia fashion yang terus “berputar”, gaya tanaman pangkas Eropa abad XIV kembali disukai dan kini mulai dihadirkan di Indonesia.
Di alam ini ada jenis tanaman yang memiliki pesona arsitektural yang menawan, baik saat ia masih muda, maupun setelah ia tumbuh menua. Tanaman tersebut antara lain kamboja, flamboyan, palem, cemara, dan yuka.
Tetapi ada pula tanaman yang setelah melewati usia pertumbuhan tertentu, keindahan struktur aslinya akan memudar, bahkan tampilannya makin berantakan. Jenis-jenis tanaman ini, terutama yang memiliki banyak cabang dan ranting berdaun kecil-kecil, lebat, dan rapat, sangat cocok bila dibuat topiari. Contoh tanaman seperti ini adalah teh-tehan, ficus (beringin), mirten, jeruk kingkit, sianto, bogenvil, cemara, bambu, azalea, soka, kemuning, cendrawasih, dan gardenia.
Baik menggunakan jenis tanaman berbunga ataupun tidak berbunga, topiari perlu memperoleh cukup sinar matahari. Sinar matahari pagi (hingga pukul 11.00) akan membuat topiari tumbuh subur, daun-daunnya hijau mengilat, rimbun, dan rajin berbunga.
Bila Anda memakai jenis tanaman tidak berbunga, topiari boleh ditempatkan di teras atau di bawah teritisan. Pastikan bahwa untuk satu - dua jam, tanaman tersentuh sinar matahari pagi, atau seminggu penuh dipindahkan ke lokasi lain yang mendapat sinar matahari. Bila terlalu lama di tempat teduh, topiari akan tumbuh tidak sempurna dan mudah diserbu oleh kutu-kutu putih, yang merusak pucuk-pucuk tanaman dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan atau mematikan pucuk-pucuk tanaman.
Tanaman topiari yang ditanam dalam pot besar, sebenarnya tidak memerlukan media tanam yang jumlahnya sama dengan volume pot. Sepertiga hingga sebagian pot bisa diisi dengan batu karang atau batu apung. Selain membuat struktur poros pada media, kedua jenis batu tersebut ringan, sehingga memudahkan pot berisi tanaman dipindahkan atau digeser ke lokasi lain.
Perhatikan bahwa pada dasar pot harus terdapat lubang-lubang yang cukup banyak agar kelebihan air penyiraman bisa mengalir keluar dengan sempurna. Dan jangan lupa mengganjal pot tanaman topiari dengan batu bata atau batako, agar pot tidak langsung menempel di tanah. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah kelebihan air siraman menggenangi pot.
Topiari harus disiram sesuai kebutuhan. Dua kali sehari bila di tempatnya topiari memperoleh curah sinar matahari dari pagi hingga lewat tengah hari. Atau cukup satu kali di sore hari bila topiary hanya memperoleh curah matahari pagi selama 1 – 2 jam saja.
Jadwalkan pemangkasan secara rutin (setiap 2 – 3 bulan) agar bentuk tanaman selalu stabil. Selain itu sesekali perlu dilakukan penggemburan media tanah. Untuk pemupukan, gunakan pupuk yang kandungan N (natrium) dan K (kalium) lebih tinggi dari pada unsur P (phospor) untuk merangsang kesehatan akar dan daun.
Bila terlihat selaput-selaput putih mirip kapas halus pada dahan, ranting atau daun, semprotkan obat anti–jamur sesuai takaran yang dianjurkan pada kemasan untuk membasmi kutu-kutu putih tersebut.
Sumber : Tabloid Rumah
loading...
Loading...
0 Response to "Topiari, Seni Pangkas Eropa Kuno"
Posting Komentar